Selasa, 09 Juni 2020

Cerpen: Tepat di belakangmu

Holllaaa..apa kabar? Udah lama banget gue gak nengokin nih blog wkwkwk. Kali ini, gue mau posting cerita pendek bikin gue sendiri yang udah gue tulis sekitar 1 tahun lalu. Mon maap kalo alay yee, ini berdasarkan imajinasi gue aja. Sooo...selamat membaca.



Cerpen "Tepat di belakangmu"

Karya : PelengkapKata



Hujan turun membasahi seluruh permukaan bumi, ketika matahari baru saja menyambut pagi. Suara gerutuan dari orang-orang sekitar yang sedang berteduh membuat perempuan bertubuh kecil bernama Ilona merasa terganggu. Dia mengembungkan kedua pipinya seperti kebiasaannya ketika merasa kesal, seraya dalam hati mengatakan 'Tuan dan Nyonya sekalian, bisa kalian berhenti mengeluh?'

Untuk beberapa saat, keadaan jadi lebih hening seakan orang-orang itu bisa mendengar kata hati Ilona. Tapi kemudian suara lagu pembuka serial kartun doraemon yang menjadi dering ponsel milik Ilona, membuat beberapa orang jadi menaikkan alisnya bahkan ada yang terang-terangan mencibir. Dengan gerakkan kikuk, Ilona meminta maaf baru setelahnya sedikit menyingkir untuk menerima panggilan.

"Halo, kenapa Teri? Gue masih neduh nih di bawah fly over BKM. Kalo gue di cariin orang kantor, bilang aja gue telat. Bodo amat deh, kalo Bu bos ngamuk. Yah namanya juga hujan, gak mungkin gue terabas. Bisa basah kuyub yang ada." Cerocos Ilona yang disambut dengan suara helaan napas panjang dari sebrang sana.

"Halo..Teri..woy Teri? Lo masih dengerin gue kan?" Ilona menjauhkan telepon genggamnya, untuk memastikan jika sambungan telepon mereka masih tersambung dengan baik.

"Udah selesai ngomongnya?" Tanya Teri dengan suara pelan.

Cepat-cepat Ilona kembali menempelkan teleponnya ke telinga, kemudian menyengir lebar. "Ye sorry...gue kepanjangan ya ngomongnya. Sekarang giliran lo deh."

"Kebiasaan lo mah. Tapi lupakan soal yang tadi, gue punya kabar terbaru buat lo. Jivan udah balik dari Yogjakarta, kemarin malam baru sampe. Denger dari anak-anak, katanya Jivan balik karena mau ngadain acara lamaran. Jadi gue mau tanya tanggapan lo tentang berita ini?"

Ilona menggigit bawah bibirnya terlebih dulu, sebelum akhirnya kembali buka suara. "Gue...ikut bahagia dengernya." 

"Hah?!" Teriak Teri, membuat Ilona menjauhkan teleponnya agar telinganya tetap sehat. "Duh, Ilo sayangkuh. Lo ini bisa gak sih jujur sama perasaan sendiri. Gue tahu banget lo pasti sedih denger berita ini."

"Apaan sih?" Sanggah Ilona. "Teri dengerin gue ya, Jivan mau ngelamar perempuan yang dia cinta. Jadi buat apa gue sedih? Lagian gue emang gak pantes buat bareng sama dia."

"Gue gak ngerti ya sama jalan pikiran lo. Gak pantes gimana coba? Harusnya yang punya pikiran kayak gitu, Jivan tau gak. Pokoknya nanti malem lo harus ikut gue, kita ke tempat Jivan ngadain acaranya. Lo harus liat langsung, gimana perempuan itu. Oke, bhay."

Telepon terputus secara sepihak, membuat Ilona termenung sendiri. Bayangan saat dirinya masih bersama Jivan dulu langsung terputar dipikiran seperti sebuah film. Menggambarkan bagaimana lucunya tingkah Jivan ketika keduanya sedang terjebak di halte saat hujan turun.

"Lo kedinginan?" Ilona menggelangkan kepalanya sebagai jawaban. 

"Gak usah bohong, tubuh lo udah gemeteran gitu kok." Jivan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Ini lo pake aja, tadi di sekolah kainnya abis gue pake buat praktek sholat jenazah." 

Ilona mengambilnya dan kemudian tersenyum jahil. "Pasti kainnya lo pake buat nutupin badan kan?"

"Tau aja lo. Yah, habisnya gimana ya. Gue gak hapal bacaan sholatnya, tapi untung aja Pak Komar mau diajak negosiasi. Hasil akhir, gue bisa dapet nilai b meski berpura-pura jadi mayat." Ucap Jivan dengan diakhiri suara tawa keduanya.

Ilona menghapus jejak air matanya, tanpa sadar potongan kenangan itu membuatnya menangis. Hujan rasanya tidak menyenangkan seperti dulu, tapi setidaknya dia satu-satunya yang tetap tinggal bersama Ilona. Ponselnya kembali berbunyi, kali ini bukan sebuah panggilan dari Teri melainkan karena ada notifikasi pesan dari grup alumni sekolahnya. Yang berisi undangan terbuka dari nama kontak 'Manusia Bumi' untuk datang ke acara lamarannya nanti malam.

Setetes bulir air mata Ilona kembali jatuh tanpa bisa ditahan, rasa sakitnya membuatnya ingin memukul dada agar bisa sedikit merasa lega. Dengan kesakitan yang dirasanya, Ilona mengetikkan sebuah pesan balasan. Setelah terkirim, Manusia Bumi yang Ilona kenal sudah tidak ada lagi.
Ilona baru saja ingin menghapus jejak air matanya dengan kedua tangan, sebelum sebuah tisu disodorkan dari arah samping kanan tubuhnya. Ketika pasang matanya menoleh, sosok Manusia Bumi yang membuatnya menangis berada di hadapannya. Seluruh saraf tubuh Ilona kaku, Demi Tuhan bukan dengan cara seperti ini Ilona mau bertemu dengannya. 

"Ambil," Jivan menyodorkan tisu ke hadapan Ilona dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Kok lo bisa ada di sini?" Pertanyaan itu akhirnya mampu diutarakan Ilona. 

"Mungkin takdir. Lo sendiri kenapa nangis gitu?"

"Hng..itu kena cipratan air hujan. " jawab Ilona asal, yang ditanggapi dengan anggukan kepala Jivan meski diam-diam pria itu tahu alasan sebenermya.

"Gimana kabar lo?"

"Baik. Lo sendiri?"

"Seperti yang lo liat. Gue masih menapak di bumi."

Jivan tersenyum kecil, sebelum kembali bersuara. "Lo masih belum berubah. Masih mahluk mars yang gue kenal. Senang bisa bertemu lagi." Ilona rasanya ingin memeluk Jivan dan bilang hal yang sama, tetapi dia cukup tahu diri.

"Gue harus buru-buru ke kantor. Kalo gue tinggal gak papa kan?"

"Tapi ini masih hujan, mending kita ke cafe sebrang." Ajak Jivan, yang jujur sangat sulit untuk ditolak Ilona mengingat ini kesempatan terakhir mereka bisa bersama lagi.

Setelah menimbang-nimbang, Ilona mengiyakan ajakan itu. Sementara Jivan langsung mengambil payung yang berada di dalam mobilnya, membuat Ilona sedikit merasa heran dengan pertemuan kebetulan ini.

"Ayo," Keduanya berjalan bersisian, di bawah payung yang sama.

******
Belum ada obrolan, sampai akhirnya pelayan datang membawa pesanan segelas kopi hitam dan susu cokelat.

"Jadi, lo sekarang udah nerbitin berapa buku?" Tanya Jivan, berusaha memecah keheningan yang sempat tercipta tadi. 

"Empat belas buku,"

"Wih, keren. Gue dari dulu emang udah yakin banget lo pasti berhasil nerbitin buku."

"Alasannya?"

"Karena gue yakin sesuatu yang lo ceritakan di tulisan selalu pakai hati. Termasuk surat ucapan yang lo buat dulu." Jivan mengeluarkan secarik kertas yang sudah sedikit kecoklatan mungkin karena terlalu lama tersimpan.

Ilona menahan sesak di dadanya, jika saja bisa menangis dia ingin menangis sekarang juga di hadapan Jivan agar pria itu sadar seberapa banyak luka yang sudah dia berikan. "Dapet darimana surat itu? Setahu gue, itu surat udah lama gue buang."

"Waktu itu gue balik lagi, Ilo. Tapi lo udah pergi. Gue nemuin surat itu di meja." Jivan mencoba menatap Ilona lamat. Tapi perempuan itu selalu mengalihkan tatapannya ke sembarang arah.

"Semuanya udah selesai. Lo juga balik ke sini, karena mau ngelamar kekasih lo kan? Yaudah, kenapa harus ngungkit masa lalu?"
"Masih banyak yang gue gak paham dari cerita kita kemarin. Gue pengen mastiin perasaan lo sebenernya."

Ilona tertawa sumbang. Dia baru saja akan mengatakan sesuatu sebelum perhatian Jivan beralih ke teleponnya yang berbunyi. 

"Gue harus pergi. Nanti kita lanjutin lagi obrolan ini." Setelah mengatakan itu, Jivan pergi meninggalkan Ilona sendiri. Seperti waktu itu, kejadian ini terulang untuk kedua kali.

"Mbak saya pesan satu kopi hitam sama susu cokelat ya. Makasi." Ilona sedang menunggu kedatangan Jivan, sesuai janji mereka yang akan bertemu di sini untuk membicarakan universitas pilihan masing-masing mengingat di sekolah keduanya tidak pernah terlihat bersama. Sambil menunggu, Ilona mengeluarkan secarik kertas yang dirobek dari halaman tengah bukunya. Dia menuliskan sebuah ucapan untuk diberikan pada Jivan nanti. 

Selamat ulang tahun, manusia bumi (ku), aku tidak tahu pasti kapan hari ulang tahunmu. Jadi aku menuliskan ucapan ini, sambil berharap nanti kau membacanya di hari yang tepat. 

Ada banyak hal yang ingin kusampaikan, tapi saat mulai menulis. Aku justru bingung harus menulis apa. Ini aneh. Sama anehnya dengan hubungan kita. Dimana selama tiga tahun kita selalu bersama, aku tidak mengetahui segala hal tentangmu selain perasaan yang bersemayam di hati. 

Jangan tanya alasannya, karena aku pun tidak tahu. Sekali lagi aku ingin bilang selamat ulang tahun. Doa dariku cukup Tuhan saja yang tahu. Berbahagia lah selalu. Aku mencintaimu. 

Tertanda 
💜 
Mahluk mars 

Tulisan Ilona selesai bertepatan dengan pelayan yang mengantarkan pesanan. Tetapi Jivan masih belum juga datang, sementara waktu sudah berjalan jauh dari yang dijanjikan diawal. Satu jam kemudian Jivan baru datang, setelah segelas susu cokelat milik Ilona sudah habis. Menyisakan segelas kopi hitam milik Jivan yang sudah dingin. 

"Sorry gue telat, tadi gue abis jalan dulu sama Melisa." 

Ilona hanya mengangguk lesu, Jivan bisa tetap datang saja dia sudah beryukur. Apalagi kalau mengingat Jivan yang begitu terkenal di sekolah mau berteman dengannya adalah sebuah keajaiban nomor delapan di kehidupan Ilona. 

"Kopi hitamnya udah dingin tapi, apa mau pesen lagi aja?" Tawar Ilona yang ditanggapi dengan gelengan kepala dari Jivan. 

"Gue harus pergi lagi, Melisa udah nunggu di luar. Gue tinggal gak papa ya?" Jivan menepuk pelan bahu Ilona, hendak pergi sebelum kembali bicara. "Oh iya, gue mau cerita hari ini gue udah jadian sama Melisa." 

Sebuah kalimat penutup yang membuat Ilona akhirnya sadar untuk terus tetap mengubur perasaannya. 

Entah sudah berapa kali hari ini Ilona menangis untuk hal yang sama. Impian yang selama ini selalu bergerak di kepalanya, agar suatu saat dia dan Jivan bisa duduk bersama di kursi belakang halaman rumah dengan ditemani segelas kopi hitam dan susu cokelat, mengobrolkan banyak hal hingga lupa waktu sembari menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Selamanya akan terus menjadi mimpi. 

Ilona menghembuskan napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengetikkan sebuah pesan untuk Teri yang berisi izin ketidakhadirannya di kantor hari ini.

*****
Sebenarnya Ilona tidak ingin datang, tapi setelah berperang dengan batinnya sendiri akhirnya dia memutuskan untuk hadir. Gaun selutut berwarna hitam dengan aksen taburan mutiara di sekitar dada sengaja dipilih Ilona untuk menghadiri acara malam ini. Polesan di wajahnya juga tidak berlebihan, hanya bagian bawah mata saja yang diberi concelar lebih banyak agar bisa menutupi matanya yang membengkak akibat terlalu banyak menangis.

Tampilan Ilona begitu sederhana mengingat dia bukan lah pemeran utamanya. Dengan perasaan gusar, Ilona berjalan ke pintu masuk gedung yang menurut Teri adalah tempat acara Jivan berlangsung.

"Lo yakin ini tempatnya? Kok keliatan sepi gini dari depan."

"Coba lo masuk duluan aja. Gue mau telepon Eza dulu." Perintah Teri pada Ilona, awalnya Ilona enggan masuk dia ingin menunggu Teri selesai menelpon Eza saja. Tapi sahabatnya itu terus memaksannya, alhasil Ilona jengah dan menurut.

Suara higheels milik Ilona saja yang seakan mengisi kesunyian di dalam ketika perempuan itu mulai masuk. Ilona hendak berbalik keluar ketika merasa ada yang aneh, tetapi pergerakannya terhenti ketika semua lampu di ruangan seketika padam. 

Tubuh Ilona mulai bergetar, karena gelap adalah musuh terbesarnya selama ini. Dia mulai berteriak memanggil nama Teri, berharap sahabatnya itu cepat menemukannnya. Tapi setelah tiga kali memanggil, tidak ada jawaban juga dari Teri. Ilona berusaha tenang, dia mencoba mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Ketika menemukannya dan senter sudah dalam posisi hidup, tiba-tiba ponsel itu diraih oleh tangan lain membuat Ilona kaget setengah mati.

"Jivan?!" Pekik Ilona, tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang namun dengan sigap Jivan menangkapnnya.

Ilona berusaha melepaskan tubuhnya dari Jivan, sampai harus menginjak kaki pria itu dengan higheelsnya. "Jelasin apa maksudnya ini?"

Jivan mengaduh kesakitan dengan diselangi tawanya. Kemudian setengah berjongkok, pria itu bertepuk tangan sebagai tanda untuk menghidupkan proyektor. Ilona yang masih belum paham, hanya bisa menatap Jivan dengan pandangan bertanya. Jivan kemudian berdiri dan menyuruh Ilona untuk melihat ke arah depan.

Dimana ada sebuah layar besar yang menampilkan sebuah vidio yang berisi gambar wajah Ilona semasa sekolah dari berbagai sudut. Foto itu Jivan sendiri yang memotretnya, tanpa pernah disadari Ilona-Jivan dari dulu hanya menatap satu perempuan yaitu dirinya. Diakhir vidio, terdengar suara Jivan yang mengucapkan pernyataan hatinya selama ini.

"Sejak dulu aku adalah pria bodoh, yang tak pernah mampu berkata jujur soal perasaan cinta. Berulang kali aku menyakiti kamu, dengan membuat hubungan palsu. Berulang kali aku mencegah kamu buat tahu semua hal tentang aku supaya kamu tidak bisa masuk ke dalam duniaku. Tapi hari ini aku ingin jujur, aku tidak mau karena kebodohan ini nanti aku kehilangan kamu. Ilona Pramesta, mahluk mars yang ku cintai..maukah kamu menikah denganku?"

Ilona menoleh ke arah samping di mana ada Jivan yang tengah tersenyum ke arahnya, ajakan barusan benar-benar membuat Ilona tidak mampu bereaksi apa-apa selain hanya menangis. Sapuan pelan di kedua sudut matanya, membuat Ilona bertambah yakin jika ini semua nyata bukan lah ilusi semata.

"Tapi gimana jadi istri yang baik, kalo semua hal tentang kamu aja aku gak tahu." Bisik Ilona, entah dorongan darimana perempuan itu mengganti sebutan 'gue-lo' jadi 'aku-kamu'.

Jivan kembali tersenyum lebar. "Kita bisa kenalan ulang." Dengan mengulurkan tangannya, Jivan berkata. "Hai, aku Jivan Ardilova. Lahir di Bandar Lampung, 24 april 1993. Makanan kesukaanku nasi goreng. Warna favorit hitam, perempuan yang ku cinta itu kamu."

Ilona menyambut uluran tangan Jivan, diringi tawannya. "Memangnya ada kenalan yang begini?"

"Ada kok."

"Buktinya mana?" Tantang Ilona.

"Kita." Jawab Jivan mantap dan keduanya kembali tertawa.

Dari balik jasnya, Jivan mengeluarkan sekotak beludru merah yang diserahkannya pada Ilona. Ketika dibuka, isinya adalah satu kacang kulit yang dililitkan pita merah dan secarik kertas bertuliskan 'Aku mencintaimu'. Ilona memandang dengan tatapan bertanya. 

"Barusan aku bercanda," Jivan meraih tangan Ilona dan memasangkan cincin dijari manisnya.

"Emangnya aku udah bilang mau?"

"Kamu gak mungkin nolak aku, apalagi pas aku liat sendiri kamu yang nangis pas baca pesan di grup alumni." Balas Jivan telak, membuat kedua pipi Ilona memanas. 

"Kamu nyebelin! Jadi semunya sengaja udah di setting?" Teriak Ilona sementara Jivan tertawa.

"Aku gak mungkin menikah dengan perempuan selain kamu. Beruntung Teri mau bantuin aku."

Keduanya lamtas saling berpelukan, bertepatan dengan lampu yang menyala. Ilona melihat banyak teman-temannya yang sedang menyorakinya, tak terkecuali Teri dan kedua orang tuanya yang sedang tersenyum lebar. Semua penantian Ilona selama ini, akhirnya terbayar sudah. Impian-impiannya akan masa depan, mulai bergerak kembali di kepala.

"Aku mencintaimu, Manusia Bumiku." Bisik Ilona yang kemudian dibalas Jivan dengan kecupan singkat di dahi.



-Tamat-

Selasa, 18 Februari 2020

Kelakuan orang saat jatuh cinta

hola apa kabar? Kali ini gue mau membahas perihal; kelakuan cewek saat jatuh cinta. Jujur, gue gak begitu pro soal ini wkwk. Tapi berdasarkan apa yang gue alami dan lihat di lapangan. Kategori cewek saat sedang jatuh cinta itu terbagi menjadi tiga bagian.

Pertama, cewek yang pemberani buat apa-apa serba duluan. Mulai dari deketin sampe nyatain perasaan. Kedua,cewek yang dikit-dikit ngelempar kode, berharap doi peka. Tapi berujung tidak bersama karena doinya yang gak peka-peka atau emang pura-pura bego. Ketiga, cewek yang cuma bisa nyimpan perasaannya secara diam-diam sembari berharap doi bahagia.

Dan gue sendiri, berada di bagian ketiga. Yup, sangat bulshit sekali emang nih cewek-cewek tipe ketiga tapi kalian harus percaya kalo ini beneran ada di realita. Gue gak tau apa yang mereka pikirkan sebenarnya, dan berdasarkan pikiran gue sendiri. Kenapa gue memilih berada di cewek bagian tiga saat jatuh cinta karena prinsip gue perasaan ini biarlah jadi tanggung jawab gue sendiri. Jadi gue tidak ingin membebani orang tersebut dengan perasaan gue, dan juga gue berpikir kalo gue nyatain perasaan sama dia, emang apa yang bakalan gue dapetin, cinta dia atau penolakan? Pasti di salah satu itu kan. Nah gue, tidak siap jika harus mendengar penolakan. Perasaan gue terlalu rapuh untuk merasakannya, jadi gue memilih untuk menyimpan cinta itu sembari berharap dia bahagia.

Gue juga pasti gak bisa memaksakan perasaan, jadi daripada harus kecewa dan akhirnya malah membuat jarak dengan dia ya kan. Mending biarin dia bahagia sama siapa pun orang yang dia pilih. Lagian kalo memang semesta dan Tuhan bekerja dan berpihak sama lo, gue yakin cinta akan menemukan rumahnya sejauh apa pun dia pergi.

Dan bicara soal jatuh cinta, akan ada banyak hal yang menggangu saat lo mulai jatuh cinta, salah satunya adalah saat lo menebak-nebak perasaan dia ke lo. Itu bakalan jadi hal paling rumit tapi seru aja buat dilakuin. Terus saat lo mulai jatuh cinta, kelakuan lo jadi bego banget. Mulai dari pura-pura lewat kelas doi, minta ajarin mapel sama doi, stalking medsos doi sampe kadang suka salting aja gitu kalo di puji dikit sama doi.

Dapet notif dari doi aja, tiba-tiba dunia rasanya baik banget sama lo. Padahal nih kadang, notif dari dia gak penting banget. Ambil contoh dari yang gue alami ya.

Jadi gue pernah dapet notif pesan wa dari manusia bumi (klo ada yang gak tau manusia bumi, coba cek blog gue yang kemaren) ya Allah gue langsung teriak heboh tuh padahal lagi di tempat kerja. Gak kekontrol gitu kelakuan pas liat notifnya. Sangking senengnya, gue sampe liatin mulu itu notif tanpa gue buka. Soalnya gue takutnya cuma mimpi doang gitu. Soalnya itu kali pertama gue di chat sama manusia bumi setelah bertahun-tahun jadi temannya.Ehe.

Terus pas gue akhirnya mulai buka tuh pesannya, ternyata chatnya dia nulis nama gue. Makin ambyar dong gue, seneng banget gitu gue langsung bales. Singkat cerita, maksud dia chat gue ternyata dia minta tolong buat ditembakin akun gojeknya. Yah, soal tembak menembak akun gojek dulu marak banget kan yee. Nah, gue dengan baiknya mengiyakan hal itu. Saat itu buat gue gak masalah soal maksud dia chat gue itu apa yang terpenting gue di chat dia broh.

Trus gue juga mikirnya; lo sudah di percaya sama dia sampe-sampe di minta tolong gitu. Pokoknya gue positif thinking lah, sampe kemudian gue sombong ke salah satu temen gue dan cerita soal ini. Eing..i..eing..ternyata temen gue itu juga di minta tolongin sama manusia bumi. Huhh..jadi intinya gue bukan satu-satunya yang di chat dia wkwk. Tapi untungnya setelah berbulan-bulan berkat itu gue jadi punya alasan buat chat dia lagi.#modus wkwk 😂 Bahkan chat itu gak pernah gue hapus sampe sekarang. Soalnya bersejarah buat hidup gue wkwk.

Jadi gimana kisah lo saat mulai jatuh cinta? Coba share di sini.

Akhir kata dari gue, ayo makan sayap ayam biar bisa terbang wkwk. *bubayyyyy*

Sabtu, 18 Januari 2020

Komentar jahat?

Holla..apa kabar? Entah kenapa, gue sangat resah ketika selesai membuka app instagram. Keresahan ini sangat berdasar, karena banyak sekali orang yang gue temukan telihat kesepian, putus asa dan seperti hanya diam menunggu kematiannya saja.

Jujur, gue sedih melihat ini. Di luar apa semua yang mereka tulis di sana adalah kebenaran ataupun kebohongan. Rasanya gue ingin bisa memeluk mereka sambil bilang; Lo hebat, terimakasih sudah bertahan 💜 Tapi, gue tidak mungkin bisa memeluk dan berada di sana secara langsung. Jadi, yang mampu gue lakukan hanya menuliskan pesan singkat untuk mereka dengan harapan keadaan bisa jadi lebih baik.

Kalo kalian masih inget dengan tulisan di blog sebelumnya, gue pernah mengatakan jika pertanyaan: bagaimana hari lo berjalan? Adalah pertanyaan remeh dan super basi, tapi, punya banyak hal baik di dalamnya.

Seseorang jadi lebih leluasa buat cerita tentang apapun yang sudah dilalui, sehingga beberapa beban berat itu sedikit demi sedikit bisa menjadi ringan.

Gue sangat sadar, dunia tidak seramah itu baut beberapa orang yang tidak diberi semesta kejayaan, cinta kasih yang cukup, dst. Banyak orang yang akhirnya menggunakan topeng masing-masing agar bisa bertahan, tidak terkecuali gue.

Kita sama-sama butuh seseorang untuk diajak cerita dengan jujur akan dunia yang memuakan tanpa takut 'ditelanjangi'. Kita butuh tempat untuk menjadi diri sendiri, supaya gak lupa sama diri kita yang asli. Dan menemukan kedua hal itu, memebutuhkan banyak proses panjang yang membuang waktu.

Beberapa diantara kita tidak bisa bertahan menunggu, hingga akhirnya memilih mengakhiri hidupnya. Untuk sementara, gue mohon kita lupakan sejenak tentang keyakinan yang kita miliki. Semua orang beriman, termasuk mereka yang memilih mengakhiri hidupnya dengan melawan takdir.

Teman-teman kita itu, hanya sedang bingung. Mereka menutup mata dan telinga, mereka sendirian dan putus asa, mereka butuh pelukan dan ucapan positif dari kita, bukan justru ceramah akan kedekatan mereka pada Tuhan.

50% gue setuju dengan anggapan untuk lebih meningkatkan diri dengan Tuhan melalui ibadah, supaya bisa selalu berpikir jernih dan merasa tenang. Sementara sisanya, gue tidak setuju dengan anggapan jika mereka yang milih 'mati' ini kurang beriman.

Apa yang ada di benak kalian saat mengatakan itu? Apa kalian sadar, jika perkataan kalian sudah merusak hidup seseorang dengan menjadikan mereka lebih berputus asa. Jika lo gak tahu harus bicara apa, lebih baik diam atau peluklah mereka agar rasa sepi itu jadi lebih tersamar dan kemudian menghilang.

Mengerti pola pikir orang lain memang susah buat dilakukan, tapi, bukan berarti gak mampu juga. Seperti bayi yang baru lahir, kita hanya perlu belajar sedikit demi sedikit. Gue bukan orang yang dengan rasa simpati tinggi, bukan orang yang selalu mau mengalah, gue suka memberontak dan kebebasan.

Karena itu, gue menulis ini. Gue ingin kita bisa sama-sama belajar dan saling mengingatkan. Sorry..kalo tulisan ini terkesan menggurui atau sok-sokan khotabah ala-ala. Maklum, gue manusia biasa sama kayak kalian. Banyak hal kampret yang pernah juga gue lakukan.

Tapi, gue benar-benar berharap kalian bisa jauh lebih bijak lagi buat berkomentar. Bahkan kalo bisa, kalian ada waktu senggang lebih baik kalian gunain medsos buat hal baik, misal dengan membalas satu-satu komentar orang yang terlihat putus asa dan sedih di beberapa postingan yang muncul di TL atau lainnya. Jadikan jari lo sebagai penguat buat beberapa orang di luar sana.

Terakhir, pesan dari gue buat teman-teman yang sedang dalam fase sedih,putus asa, dan merasa tidak berharga, please, love yourself, lo berharga, lo hebat, lo sudah melakukan yang terbaik, gue bangga dengan apa yang ada di dalam diri lo, percaya deh, ada orang yang diam-diam peduli sama lo, ada orang yang sedang menunggu lo di depan sana, dunia belum berakhir, masih ada hari esok, gue sayang lo, Tuhan benar-benar sayang lo 💜

Akhir kata, ayo kita minum air putih biar pencernaaan jadi lancar...*bubayyy*

Bagaimana aku di masa depan?

Hai, apa kabar kalian? Sudah lama rasanya gue meninggalkan blog ini. Haha *tertawasumbang*

Banyak hal yang sudah terjadi di kehidupan gue, khususnya untuk apa yang sudah terjadi di tahun kemaren. Sampai kemudian sebuah pikiran baru mengusik ketentraman jiwa..ini mungkin terbaca begitu berlebihan buat kalian. Tapi, buat gue ini sebuah hal serius. Tentang pertanyaan bagaimana diri ini di masa depan terus menerus menghantui gue.

Di susul dengan pertanyaan yang lain di belakangnya adalah apakah gue akan jadi orang sukses atau sebaliknya? Jujur, gue takut buat segala hal yang sudah mampu orang-orang capai, gue takut tertinggal dan kemudian menghabiskan waktu tua dengan menyesali semuanya. Untuk itu, gue kembali berpikir di masa sekarang apa yang bisa gue kerjakan dengan serius, potensi apa yang di miliki oleh diri gue, dst.

Sebuah jawaban yang sederhana akhirnya mampu gue temukan, walau sejujurnya gue membutuhkan banyak waktu buat bisa mempercayai jawaban ini. Gue memang bukan anak yang pintar dalam semua akademik, gue tidak menghasilkan suara merdu tiap kali menyanyi, gue tidak mampu menggambar dengan indah dan tentunya gue tidak tinggi dan cukup cantik untuk menjadi seorang model.

Banyak kekurangan yang gue temukan pada diri ini, tapi, sangat sulit untuk menemukan hal baik yang ada. Mungkin benar apa yang dikatakan mama gue mengenai, kita mampu mencari keburukan hingga akarnya tapi tidak pernah mampu menemukan sebuah kebaikan yang jelas ada di bagian atasnya. Ya se-klise itu emanb pikiran kita, ah atau lebih tepatnya gue.

Gue sangat sadar, menulis adalah hal yang selalu diri ini butuhkan. Karena saat menulis, gue bisa mencurahkan segalanya tanpa harus takut di telanjangi sama pandangan orang-orang. Menulis menjadi terapi buat diri gue, mau nulis asal-asalan, mau nulis puisi ala-ala kek, atau mau nulis keluh kesah random kayak sekarang, intinya menulis mampu membuat gue merasa lebih baik.

Mungkin ini suatu potensi yang selama ini gue tidak akui, kenapa? Karena gue sangat tidak percaya diri. Gue tidak bisa menerima saat orang lain menjelekan sesuatu yang gue tulis, okey, ini emang egois banget dan bener-bener bukan sikap yang bagus buat di contoh. Tapi, gue punya alasannya. Gue takut saat orang lain menganggap rendah tulisan gue, maka gue akan pesimis dan akhirnya tidak kembali percaya diri untuk kembali menulis. Sementara, seperti yang sudah gue jelaskan bahwa menulis adalah terapi buat diri, kalo sebuah hal yang harusnyaa menjadi terapi, tapi, malah berubah menjadi hal yang gue takuti untuk dilakukan, maka semua jadi sia-sia.

Intinya, gue belum siap untuk hal itu, dulu. Sekarang atau lebih tepatnya dua tahun lalu, perlahan gue mulai menulis puisi dan membagikannya di medsos, perlahan gue menuliskan sebuah novel di applikasi menulis online meski gak tamat-tamat 😂, perlahan gue meninggalkan zona nyaman itu. Karena, gue berpikir kapan ketakutan-katakutan ini berakhir kalo gue tidak pernah berani melawannya.

Gue sudah mampu melakukannya, tapi, bukan berarti pertanyaan di awal itu sudah gue temukan jawabannya. Banyak proses yang gue lalui, dan masih banyak lagi kedepannya yang harus gue lakukan agar bisa di titik pencapaian yang diinginkan. Banyak ketakutan yang sudah mampu gue taklukan, dan masih banyak ketakutan lain di belakang ini yang berebut datang. Salah satunya, mengenai pertanyaan di awal tadi. Untuk sekarang, gue ingin bisa lebih produktif lagi, menjadikan pencapaian orang lain sebagai motivasi buat lebih berusaha. Mungkin, pertanyaan di awal belum mampu gue pecahkan seutuhnya. Namun, buat sekarang gue punya jawabannya. Entah, bakalan cocok apa gak di kalian. Terserah, gue juga gak sehebat itu untuk menjawab pertanyaan berat kayak gini. Sooo...

Saat seseorang bertanya bagaimana diri lo di masa depan? Kunci jawaban sederhananya; seberapa keras usaha lo di masa lalu adalah diri lo di masa datang.

Udah sampe sini aja deh, curhat random gue. Akhir kata dari gue, ayo kita stalk ig doiii...wkwkkw *bubayyy*

Senin, 06 Januari 2020

Apa itu cinta?

Jadi gimana hari kalian? Gue tau ini kalimat super basi sekali, bahkan pertanyaan ini sering kali dianggap remeh sebagian orang. Padahal buat gue atau seorang yang sepemikiran sama, ini sebuah pertanyaan yang berarti dan selalu dinantikan. Gue akan menjawab dengan antusias setiap ada yang bertanya hal itu, karena gue merasa seperti diperhatikan dan begitu spesial sampai-sampai orang itu ingin tahu bagaimana gue menjalani seluruh rutinitas. Kalian tahu kan, hidup panggung sandiwara? Semua orang mengenakan topengnya masing-masing, termasuk gue sendiri. Untuk itu gue butuh seseorang yang bersedia medengarkan seluruh cerita jujur gue, kemuakan gue tentang segala sesuatu di luar sana dan mengusir kesepian yang sebenarnya selalu diam-diam menyelimuti. Okey, ini terdengar berlebihan. Tapi, ini bentuk suatu kejujuran sama diri sendiri. Gue mungkin akan membahas hal ini nanti, di blog selanjutnya supaya bisa lebih banyak  lagi yang bisa gue uraikan.

Jadi buat sekarang biarkan gue melanjutkan tulisan kemaren, ceritanya masih seputar tentang tokoh manusia bumi (nama samaran). Entah kenapa, setiap kali membahas dia gue seperti tidak pernah kehabisan bahan cerita. Semua tentangnya menarik untuk di bahas, dan kalo kalian tanya kenapa sih gue harus ceritain nih orang? Jawabannya sederhana banget, karena gue menulis untuk diri gue sendiri jadi gue menuliskan tentangnya aja supaya jika suatu saat gue udah tua dan tidak bisa mengingat semua hal dengan baik. Gue tinggal buka blog ini dan membacanya lagi, sesederhana itu aja; gue cuma gak pengen ngelupain manusia bumi, udah gitu doang.

Bumi berputar, waktu terus berjalan dan perasaan siapa yang tahu. Saat ini mungkin gue sangat mencintai manusia bumi dengan sepenuh hati, tapi besok, gue gak pernah tahu. Gue gak akan bisa menjanjikan perasaan selalu untuk dia, tapi gue bisa janjikan semua hal tentang dia gak bakalan pernah gue lupain sepanjang hidup, karena itu gue memutuskan untuk menuliskan perasaan gue ke dia di blog ini agar gue gak lupa kalo gue pernah sebegitu mencintai manusia bumi dan sekaligus sebagai bentuk terimakasih juga ke manusia bumi karena sudah membuat gue selalu bahagia dan mempunyai motivasi buat melalukan hal baru.

Bagi gue, manusia bumi termasuk orang terpenting di hidup gue. Ada banyak hal yang sudah gue rasakan untuk dia baik saat dulu masih dalam lingkup yang sama maupun seperti sekarang yang udah berada di lingkup berbeda. Mengingat dirinya saja, mampu membuat gue tersenyum sendiri kayak orang gila. Layaknya orang yang di landa jatuh cinta. Menggelikan sekali, bukan? Bicara tentang jatuh cinta, jadi kapan sih tepatnya gue mulai sadar gue jatuh cinta sama manusia bumi? Jujur, gue gak tau tepatnya itu pada waktu apa. Rasanya kayak mengalir aja, tapi bukan berarti semuanya juga mudah kayak air mengalir lho.

Mengenang masa lalu, agaknya membuat gue ingat kapan pertama kali gue memikirkan tentang manusia bumi. Ini waktunya terlalu loncat dengan kejadian sebelumnya yang seperti gue ceritakan di blog kemaren, tapi masih kejadian ketika kami masih berada di kelas 10. Saat itu, pelajaran olahraga kami semua tidak ada yang pergi ke lapangan karena intruksi dari si Ibu untuk tetap di kelas saja karena si Ibu pengen kenal dengan kami lebih dekat. Kami di suruh untuk memperkenalkan diri lagi, termasuk tentang ekskul yang kami ambil. Satu persatu mulai berbicara, sampai kemudian giliran gue. Semua informasi mengenai diri, gue jelaskan secara lengkap dan tak lupa pilihan ekskul yang gue ambil yaitu teather. Rencana Tuhan mulai bekerja untuk gue, karena tiba-tiba saja si Ibu menyuruh gue untuk maju dan menunjukkan sedikit kebolehan akting. Gue jelas menolak, soalnya teman-teman gue yang lain gak ada yang di suruh untuk menujukkan kebolehannya di ekskul. Si Ibu masih berusaha meyakinkan gue, mau gak mau gue maju ke depan dong karena gak enak juga kalo terua menolak mengingat si Ibu sangat antusias. Begitu di depan, gue bertanya untuk menunjukkan akting seperti apa.

Si Ibu diam sebentar dan kemudian menunjuk manusia bumi untuk menemani gue akting. Kalian tahu kan gimana hubungan gue sama manusia bumi saat itu? Gue memasang wajah datar ketika manusia bumi sudah berada di samping gue. Si Ibu mulai menyuruh gue untuk memulai akting, tanpa perencanaan yang matang gue membuat skenario seolah gue sebagai Ibu yang marah sama anaknya karena main warnet kelamaan. Okey, ini gak elit banget wkwk 😂😂 tapi gue cukup puas karena berhasil menumpahkan segala kekesalan di depan orangnya langsung. Setelah selesai, kami dipersilahkan duduk kembali.

Singkat cerita, gue sedikit lupa ini besoknya apa setelah seminggu kemudian sejak hari itu beberapa temen cewek di kelas gue mulai berbicara soal kejadian itu lagi saat kami sedang di jalan pulang. Mereka mengatakan kalo manusia bumi sepertinya menyukai gue, APA?! Tenang..tenang bukan kalian aja yang kaget, saat itu gue juga sama kagetnya. Bahkan perasaan kaget itu, sampai saat ini masih gue ingat. Mereka mengatkan seperti ini; lo tahu gak sih? Pas lo akting marah-marah waktu itu, manusia bumi merhatiin mata lo dengan pandangan berbeda. Kayaknya manusia bumi suka lo deh.

Gue tertawa, jenis tawa bingung. Sembari menjawab; bahwa itu hal yang gak mungkin, emangnya kalian bisa tahu darimana? Gue seperti tidak percaya, tapi tetap ada bagian diri gue yang merasa penasaran. Sampai-sampai sering bertanya hal yang sama ke mereka, sampai mereka bilang; lo jangan-jangan udah mulai suka ya? Gue menggelengkan kepala dan membantahnya dengan tegas. Mereka tidak bertanya lebih lanjut dan gue sendiri mulai menelan pertanyaan itu ketika gue mulai kepikiran lagi. Diam-diam tanpa gue sadari, kepala ini jadi sering digunakan untuk memikirkannya. Hal yang sering gue tanyakan ke pikiran itu adalah apa iya manusia bumi suka gue? Ah, masa sih? Berulang-ulang gue memikirkan hal yang sama, dan terkadang sering juga memperhatikan manusia bumi secara diam-diam, sampai gue tidak sadar jika sudah mulai melupakan seseorang yang gue cintai waktu sekolah menengah pertama dulu dan jadi berharap mungkin hubungan gue sama manusia bumi bisa lebih dari sekedar teman sekelas.

Fyi, gue bukan orang yang mudah jatuh cinta. Saat gue mencintai seseorang maka hal itu akan berlangsung cukup lama, meski harus cinta sendiri sekalipun. Gue mungkin dulu terkenal banyak suka sama kakel dan teman seangkatan semasa jaman sekolah menengah kejuruan dulu, tapi hal itu hanya berlangsung sebentar karena cuma sekedar rasa kagum dan terkadang sebagai bentuk kamuflase untuk menutupi perasaan gue yang sebenarnya. Sepanjang gue hidup sampai sekarang, gue hanya pernah mencintai lawan jenis sebanyak dua kali dan itu tentu saja seseorang di masa dulu dan manusia bumi.

Harapan-harapan itu mulai muncul, terlebih entah bagaimana kami akhirnya bisa mulai berinterkasi, tapi yang gue yakini saat itu adalah manusia bumi pribadi yang menyenangkan juga. Hari-hari berganti, gue masih mempunyai pemikiran yang sama tapi gue gak pernah bilang apapun ke temen-temen gue. Perasaan itu gue sembunyikan dari orang-orang karena gue sendiri masih bingung sama perasaan baru ini.

Sampai kemudian gue mendapatkan kabar kalo manusia bumi baru jadian sama anak kelas lain. Waktu itu gue bingung harus bereaksi apa, rasanya gue kayak orang linglung. Perasaan gue kacau, bahkan gue merutuki kebodohan diri yang sudah berharap kelewat jauh, gue menyalahkan diri karena sudah percaya dengan semua ucapan temen-temen gue. Harusnya gue sadar diri, gue gak se-wow itu untuk di sukai apalagi pas gue tahu pacar manusia bumi ternyata adalah mantan pacar seseorang yang gue cintai semasa sekolah menengah pertama dulu. Dunia gue berasa diam di tempat, rasanya cewek itu terlalu hebat buat tandingi mengingat dia selalu mampu membuat orang yang gue cintai jadi mencintai dirinya balik.

Kalian tahu hal apa paling sulit dan harus gue hadapi saat itu adalah pura-pura bahagia, setiap kali ada yang meledeki hubungan manusia bumi dan sang pacar, gue akan ikut-ikutan juga sembari tertawa. Itu sulit gue lakuin, tapi gue jadi mulai terbiasa untuk berbohong dan kemudian jadi sering menyangkal perasaan gue ke manusia bumi. Gue selalu meyakinkan diri, kalo gue gak suka sama manusia bumi, gue ingetin diri gue kalo gue gak boleh percaya apapun lagi kalo ada seorang teman bilang ada  yang menyukai gue. Semuanya gue lakukan untuk menjaga hati gue dari rasa kecewa, sedih dan rendah diri. Semua itu berlangsung cukup lama,hingga cukup bagi gue mengetahui bagaimana manusia bumi begitu mencintai pacarnya.

Sampai kemudian gue mendapat berita jika keduanya sudah putus, gue merasa biasa saja saat mendengar kabarnya karena saat berita itu jadi topik hangat di kelas, berita putusnya di barengi dengan fakta jika manusia bumi masih mencintai mantannya.

Huft...mengulang memori ini membuat gue kembali merasakan sakitnya. Lucu sekali memang, saat mendapati diri gue merasa terluka saat sebenernya gue tidak berhak merasakan hal itu. Dari kejadian di masa lalu gue banyak berpikir dan mendapati sebuah jawaban, jika hari-hari kemarin ketika manusia bumi masih bersama mantannya itu adalah hari-hari yang juga membuat gue bahagia. Meskipun bukan gue yang membuat manusia bumi tertawa, walaupun bukan gue yang membuat manusia bumi merasa begitu di cintai tapi melihatnya mendapatkan semua itu membuat gue juga ikut bahagia.

Sederhananya gue juga bahagia saat melihatnya bahagia. Ini emang terdengar omong kosong, tapi begitulah yang gue rasakan. Mungkin gue merasa cemburu, marah dan ingin juga berada di posisi cewek itu tapi apa gunanya kalo semuanya gak buat manusia bumi bahagia. Keberadaan dia, sungguh gue syukuri walau ada kalanya gue merasa iri. Udah lah ini aja dulu kali ya yang bisa gue bagi ke kalian, akhir kata dari gue; ayo lihat bintang...*bubayyy*